Minggu, 03 April 2011

BAB 13 NERACA PEMBAYARAN ARUS MODAL ASING DAN UTANG LUAR NEGERI

NERACA PEMBAYARAN ARUS MODAL ASING DAN UTANG LUAR NEGERI

NERACA PEMBAYARAN
Neraca pembayaran merupakan suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial.
Transaksi dalam neraca pembayaran dapat dibedakan dalam dua macam transaksi.
1. Transaksi debit, yaitu transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari dalam negeri ke luar negeri. Transaksi ini disebut transaksi negatif (-), yaitu transaksi yang menyebabkan berkurangnya posisi cadangan devisa.
2. Transaksi kredit adalah transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi positif (+), yaitu transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara.
ARUS MODAL MASUK
engelola arus modal masuk (capital inflow) ke dalam kawasan merupakan sebuah tantangan yang sulit, yang dihadapi negara-negara emerging market seperti Indonesia karena dapat membawa berbagai risiko potensial terhadap stabilitas keuangan.
Hal tersebut diutarakan Direktur IMF untuk Departemen Asia dan Pasifik Anoop Singh, dalam "IMF Economic Outlook and Rebalancing in Emerging Asia," di Kantor Bank Indonesia, Jakarta, pada 21 Oktober 2010.
"Langkah-langkah kebijakan makro yang berhati-hati (macro prudential) telah diambil dengan sepatutnya di banyak negara di kawasan ini untuk meminimalkan risiko, walau mungkin masih banyak tindakan yang perlu dilakukan. Seperti yang telah dilakukan Bank Indonesia (BI)," tukasnya.
Ia menambahkan, IMF sendiri melihat dua perspektif terkait capital inflow tersebut. Yang pertama, efek jangka pendek yang timbul, dan kedua, upaya jangka panjang untuk menarik dana-dana tersebut berada lebih lama di Indonesia.
"Untuk jangka pendek, jangan sampai kelebihan likuiditas dan BI sudah mengupayakannya, sementara dalam jangka panjang, bagaimana menarik dana tersebut ke proyek-proyek infrastruktur dalam mendorong perekonomian lebih kuat lagi," tandasnya.
Seperti yang telah diketahui, untuk menjaga stabilitas moneter akibat derasnya arus modal masuk ke Indonesia dan besarnya likuiditas saat ini, BI menerapkan beberapa kebijakan yang diapresiasi Bank Dunia dan IMF sebagai langkah yang tepat.
Per 1 November 2010, BI menerapkan aturan untuk menaikkan Giro Wajib Minimum Primer perbankan menjadi 8%, untuk menyerap likuiditas moneter. Pun dengan menerapkan kepemilikan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) oleh asing, paling tidak satu bulan, untuk menahan capital inflow lebih lama di Tanah Air.
"Jadi, terkait dengan besarnya arus modal masuk ke Indonesia, untuk saat ini saya melihat belum perlu dilakukan pengetatan," imbuh Anoop. (*)

UTANG LUAR NEGERI
Utang luar negeri Indonesia lebih didominasi oleh utang swasta. Berdasarkan data di Bank Indonesia, posisi utang luar negeri pada Maret 2006 tercatat US$ 134 miliar, pada Juni 2006 tercatat US$ 129 miliar dan Desember 2006 tercatat US$ 125,25 miliar. Sedangkan untuk utang swasta tercatat meningkat dari US$ 50,05 miliar pada September 2006 menjadi US$ 51,13 miliar pada Desember 2006.[1]
Negara-negara donor bagi Indonesia adalah:
1. Jepang merupakan kreditur terbesar dengan USD 15,58 miliar.
2. Bank Pembangunan Asia (ADB) sebesar USS 9,106 miliar
3. Bank Dunia (World Bank) sebesar USD 8,103 miliar.
4. Jerman dengan USD 3,809 miliar, Amerika Serikat USD 3,545 miliar
5. Pihak lain, baik bilateral maupun multilateral sebesar USD 16,388 miliar.
Pembayaran utang
Utang luar negeri pemerintah memakan porsi anggaran negara (APBN) yang terbesar dalam satu dekade terakhir. Jumlah pembayaran pokok dan bunga utang hampir dua kali lipat anggaran pembangunan, dan memakan lebih dari separuh penerimaan pajak. Pembayaran cicilan utang sudah mengambil porsi 52% dari total penerimaan pajak yang dibayarkan rakyat sebesar Rp 219,4 triliun.[2] Jumlah utang negara Indonesia kepada sejumlah negara asing (negara donor)di luar negeri pada posisi finansial 2006, mengalami penurunan sejak 2004 lalu sehingga utang luar negeri Indonesia kini 'tinggal' USD 125.258 juta atau sekitar Rp1250 triliun lebih.[3]
Pada tahun 2006, pemerintah Indonesia melakukan pelunasan utang kepada IMF. Pelunasan sebesar 3,181,742,918 dolar AS merupakan sisa pinjaman yang seharusnya jatuh tempo pada akhir 2010.[4] Ada tiga alasan yang dikemukakan atas pembayaran utang tersebut, adalah meningkatnya suku bunga pinjaman IMF sejak kuartal ketiga 2005 dari 4,3 persen menjadi 4,58 persen; kemampuan Bank Indonesia (BI) membayar cicilan utang kepada IMF; dan masalah cadangan devisa dan kemampuan kita (Indonesia) untuk menciptakan ketahanan.[5]
NAMA : SOPYAN HAKIM
KELAS : 1EB17
NPM : 26210660

SUMBER :
http://id.wikipedia.org/wiki/Neraca_pembayaran
http://www.infobanknews.com/2010/10/imf-indonesia-belum-perlu-lakukan-pengetatan-arus-modal-masuk/
http://id.wikipedia.org/wiki/Posisi_utang_luar_negeri_Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar