Jumat, 01 April 2011

KEMISKINAN DAN KESENJANGAN

KEMISKINAN DAN KESENJANGAN

1.Konsep dan Definisi
Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan relative, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolute. Kemiskian relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan, yang biasanya dapat didefinisikan di dalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud. Di Negara-negara maju, kemiskinan relative diukur sebagai suatu proporsi dari tingakt pendapatan rata-rata per kapita. Sebagi suatu ukuran relative, kemiskinan relative dapat berbeda menurut Negara atau periode di suatu Negara. Kemiskinan absolute adalah derajat dari kemiskinan di bawah, dimana kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak terpenuhi.
2.Pertumbuhan,kesenjangan dan Kemiskinan
Hubungan Antara Pertumbuhan dan Kesenjangan
Hubungan antara tingkat kesenjangan pendapatan dengan pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan dengan Kuznet Hypothesis. Hipotesis ini berawal dari pertumbuhan ekonomi (berasal dari tingkat pendapatan yang rendah berasosiasi dalam suatu masyarakat agraris pada tingkat awal) yang pada mulanya menaik pada tingkat kesenjangan pendapatan rendah hingga pada suatu tingkat pertumbuhan tertentu selanjutnya kembali menurun. Indikasi yang digambarkan oleh Kuznet didasarkan pada riset dengan menggunakan data time series terhadap indikator kesenjangan Negara Inggris, Jerman, dan Amerika Serikat.
Pemikiran tentang mekanisme yang terjadi pada phenomena “Kuznet” bermula dari transfer yang berasal dari sektor tenaga kerja dengan produktivitas rendah (dan tingkat kesenjangan pendapatannya rendah), ke sektor yang mempunyai produktivitas tinggi (dan tingkat kesenjangan menengah). Dengan adanya kesenjangan antar sektor maka secara subtansial dapat menaikan kesenjangan diantara tenaga kerja yang bekerja pada masing-masing sektor (Ferreira, 1999, 4).
Versi dinamis dari Kuznet Hypothesis, menyebutkan kan bahwa kecepatan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun (dasawarsa) memberikan indikasi naiknya tingkat kesenjangan pendapatan dengan memperhatikan initial level of income (Deininger & Squire, 1996). Periode pertumbuhan ekonomi yang hampir merata sering berasosiasi dengan kenaikan kesenjangan pendapatan yang menurun.
Hubungan Antara Pertumbuhan dan Kemiskinan
Dasar teori antara pertumbuhan pendapatan per kapita dan tingkat kemiskinan tidak jauh berbeda dengan kasus pertumbuhan ekonomi dalam keadaannya yang akrab dengan ketimpangan dalam distribusi pendapatan. Berdasarkan hipotesis Kuznets, “pada tahap awal dari proses pembangunan, tingkat kemiskinan cenderung meningkat, dan pada saat mendekati tahap akhir dari pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang”, banyak faktor lain di luar pertumbuhan pendapatan yang dapat juga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di suatu wilayah/negara, seperti tingkat pendidikan tenaga kerja dan struktur ekonomi. Dasar persamaan untuk menggambarkan relasi antara pertumbuhan output agregat dan kemiskinan dapat diambil dari persamaan:
Log Gkt = a + bLog Wkt + ak + Skt
Dalam persamaan tersebut, elastisitas dari ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan terhadap pertumbuhan pendapatan adalah suatu komponen pokok dari perbedaan antara efek bruto (ketimpangan konstan) dan efek neto (ada efek dari perubahan ketimpangan) dari pertumbuhan pendapatan terhadap kemiskinan. Jadi apabila elastisitas neto dan bruto dari kemiskinan terhadap pertumbuhan pendapatan dinyatakan masing-masing dengan g dan l, elastisitas dari ketimpangan terhadap pertumbuhan dengan b, dan elastisitas dari kemiskinan terhadap ketimpangan dengan d, maka persamaannya menjadi:
l = g + bd
Untuk mendapatkan elastisitas bruto dari kemiskinan terhadap pertumbuhan dan elastisitas dari kemiskinan terhadap ketimpangan (pertumbuhan sebagai variable yang dapat dikontrol), maka digunakan persamaan:
Log Pkt = w + Log Wkt + Log Gkt +wk + vkt
keterangan:
Pkt = kemiskinan untuk wilayah k pada periode t Wkt dan Gkt seperti di persamaan
wk = efek-efek yang tetap atau acak
vkt = term kesalahan
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi atau peningkatan output dan kemiskinan menghasilkan suatu dasar kerangka pemikiran, yakni efektrickle-down dari pertumbuhan ekonomi dalam bentuk peningkatan kesempatan kerja atau pengurangan pengangguran dan peningkatan upah/pendapatan dari kelompok miskin. Dengan asumsi bahwa ada mekanisme yang diperlukan untuk memfasilitasi trickle-down dari keuntungan dari pertumbuhan ekonomi kepada kelompok miskin, sehingga diharapkan pertumbuhan ekonomi bisa menjadi suatu alat yang efektif bagi pengurangan kemiskinan.
3.Beberapa indicator kesenjangan dan kemiskinan
Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dapat di bagi ke dalam dua kelompok pendekatan,yakni axiomatic dan stochastic dominance.yang sering digunakan di dalam literartur adalah dari kelompok pendekatan pertama ,dengan tiga alat ukur yakni the Generalized Entropy (GE) ukuran Atkinson dan koefisien gini.
Untuk mengukur kemiskinan ada tiga indicator yang di perkenalkan oleh foster dkk.(1984) yang sering di gunakan di dalam banyak studi empiris. Pertama the incidence of poverty :persentase dari populasi yang hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi per kapita di bawah garis kemiskinan . indeks nya sering disebut rasio H. Kedua the depth of poverty yang menggambarkan dalam nya kemiskinan di dalam suatau wilayah yang di ukur dengan indeks jarak kemiskinan (IJK), atau di kenal dengan sebutan Poverty Gap Index. Ketiga the severity of poverty yang di ukur dengan Indeks Keparahan Kemiskinan (IKK). Indeks ini pada prinsip nya sama seperti IJK, Namun selain mengukur jarak yang memisahkan orang miskin dari kemiskinan ,IKK juga mengukur ketimpangan di antara penduduk miskin atau penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin.
4.Temuan Empiris
1. Distribusi Pendapatan
Studi-studi mengenai distribusi pendapatan di Indonesia pada umumnya menggunakan data BPS mengenai pengeluaran konsumsi rumah tangga dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Data pengeluaran konsumsi dipakai sebagai suatu pendekatan (proksi) untuk mengukur distrubusi pendapatan masyarakat. Walaupun diakui bahwa cara ini sebenarnya mempunyai suatu kelemahan yang serius, data pengeluaran konsumsi bisa memberikan informasi yang tidak tepat mengenai pendapatan, atau tidak mencerminkan tingkat pendapatan yang sebenarnya.
Akan tetapi, karena pengumpulan data pendapatan di Indonesia seperti di banyak LCDs lainnya masih relatif sulit, salah satunya karena banyak rumah tangga atau individu yang bekerja di sektor informal atau tidak menentu, maka penggunaan data pengeluaran konsumsi rumah tangga dianggap sebagai salah satu alternatif.
Menjelang pertengahan tahun 1997, beberapa saat sebelum krisis ekonomi muncul, ingkat pendapatan per kepala di Indonesia sedah melebihi 1000 dolas AS, dan tingkat ini jauh lebih tinggi. Namun, apa artinya kalau hanya 10% saja dari jumlah penduduk di tanah air yang menikmati 90% dari jumlah PN. Sedangkan, sisanya 80% hanya menikmati 10% dari PN. Atau kenaikan PN selama masa itu hanya dinikmati oleh kelompok 10% tersebut, sedangkan pendapatan dari kelompok masyarakat yang mewakili 90% dari jumlah penduduk tidak mengalami perbaikan yang berarti.
Boleh dikatakan bahwa baru sejak akhir 1970-an, Pemerintah Indonesia mulai memperlihatkan kesungguhan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sejak itu aspek pemerataan dalam trilogi pembangunan semakin ditekankan dan ini didentifikasikan dalam delapan jalur pemerataan. Sudah banyak program-program dari pemerintah pusat hingga saat ini yang mencerminkan upaya tersebut, seperti program serta kebijkan yang mendukung pembangunan industri kecil, rumah tangga dan koperasi, Program Keluarga Sejahtera, Program KB, UMR, UMP, dan lain sebagainya.
Berikut adalah nilai rasio gini Indonesia menurut daerah perkotaan dan pedesaan mulai tahun 1990-1999.
Tahun Perkotaan Pedesaan Nasional
1990 0,34 0,25 0,32
1993 0,33 0,26 0.34
1994 0,35 0,26 0,34
1995 0,35 0,27 0,35
1996 0,35 0,27 0,36
1997 0,35 0,26 0,37
1998 0,33 0,26 0,32
1999 0,34 0,26 0,33
Yang menarik dari data susenas tersebut adalah bahwa ternyata krisis ekonomi tidak membuat ketimpangan dalam distribusi pendapatan menjadi tambah parah, bahkan kelihatannya cenderung menurun. Dan angka Indeks Gini di pedesaan selalu lebih rendah dari pada di perkotaan.
2. Kemiskinan
Di Indonesia, kemiskinan merupakan salah satu masalah besar. Terutama meliahat kenyataan bahwa laju pengurangan jumlah orang miskin di tanah air berdasarkan garis kemiskinan yang berlaku jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu sejak Pelita I hingga 1997 (sebelum krisis eknomi). Berdasarkan fakta ini selalu muncul pertanyaan, apakah memang laju pertymbuhan yang tingii dapat mengurangi tingkat kemiskinan atau apakahmemang terdapat suatu korelasi negatif yang signifikan antara tingkat pertumbuhan dan presentase jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan?.
Kalau dilihat data dari Asia dalam sstudinya Dealolikar dkk. (2002), kelihatannya memang ada perbedaan dalam presentase perubahan kemiskinan antara kelompok negara dengan leju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kelompoknegara dengan pertumbuhan yang rendah. Seperti China selama tahun 1994-1996 pertumbuhan PDB riil rata-rata per tahun 10,5%, tingkat penurunan kemiskinan per kapita selama periode tersebut sekitar 15,5%, yakni dari 8,4% ke 6,0% dari jumlah populasinya. Sedangkan, misalnya Bangladesh dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun hanya 3,1% selama 1992-1996, tingkat penurunan kemiskinannya per kapita hanya 2,5%. Ada sejumlah negara, termasuk Indonesia, yang jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan bertambah walaupun ekonominya tumbuh positif.[5]
Seperti telah dibahas sebelumnya, banyak studi empiris yang memang membuktikan adanya suatu relasi trade off yang kuat antara laju pertumbuhan pendapatan dan tingkat kemiskinan, namun hubungan negatif tersebut tidak sistematis. Namun, dari beberapa studi empiris yang pernah dilakukan, pendekatan yang digunakan berbeda-beda dan batas kemiskinan yang dipakai beragam pula, sehingga hasil atau gambaran mengenai hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan juga berbeda.



5.Faktor-faktor penyebab kemiskinan

Pada umumnya di negara berkembang seperti Indonesia penyebab - penyebab kemiskinan adalah sebagai berikut :
• Laju Pertumbuhan penduduk
Meningkatnya jumlah penduduk membuat Indonesia makin terpuruk dengan keadaan ekonomi yang belum mapan. Jumlah penduduk yang bekerja tidak sebanding dengan jumlah beban ketergantungan. Penghasilan yang minim ditambah dengan banyaknya beban ketergantungan yang harus ditanggung membuat penduduk hidup di bawah garis kemiskinan.
• Angkatan Kerja , Penduduk yang bekerja dan pengangguran
Secara garis besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagai tenaga kerja ialah penduduk yang berumur didalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda - beda disetiap negara yang satu dengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut Indonesia adalah minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Jadi setiap orang atau semua penduduk berumur 10 tahun tergolong sebagai tenaga kerja. Sisanya merupakan bukan tenaga kerja yang selanjutnya dapat dimasukkan dalam kategori beban ketergantungan atau termasuk pengangguran terbuka.
• Distribusi Pendapatan dan pemerataan pembangunan
Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya.
• Tingkat Pendidikan yang rendah
Rendahnya kualitas penduduk juga merupakan salah satu penyebab kemiskinan di suatu negara. Ini disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan tenaga kerja.
• Kurangnya perhatian dari pemerintah
Pemerintah yang kurang peka terhadap laju pertumbuhan masyarakat miskin dapat menjadi salah satu faktor penyebab kemiskinan

6.kebijakan anti kemiskinan
Baru-baru ini Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencanangkan “Tujuan Pembangunan Abad Milenium” (Millenium Develpoment Goals ; MDGS) yang harus dicapai 191 negara anggotanya pada tahun 2015 . ada delapan target yang harus dicapai yang salah satunya focus langsung terhadap permasalahan kemiskinan . Kedelapan target Tersebut adalah sebagai berikut :
1. Meniadakan kemiskinan dan kelaparan ekstrem
2. Mencapai pendidikan dasar secara universal
3. Meningkatkan kesetaraan jender dan memberdayakan wanita
4. Mengurangi kematian anak
5. Memperbaiki kesehatan ibu
6. Memerangi HIV/AIDS,malaria,dan penyakit-penyakit lainnya
7. Menjamin kelestarian lingkungan hidup
8. Membentuk sebuah kerja sama global untuk pembangunan.
Untuk mendukung strategi yang tepat dalam memerangi kemiskinan di perlukan intevensi pemerintah sesuai sasaran atau tujuan perantaranya dapat dibagi menurut waktu,yakni jangka pendek,jangka menengah,jangka panjang.

NAMA : SOPYAN HAKIM
KELAS : 1EB17
NPM : 26210660
REFERENSI :
http://blog.uin-malang.ac.id/nita/2011/01/06/kemiskinan-dan-kesenjangan-pendapatan/
http://candygloria.wordpress.com/2011/03/18/kemiskinan-dan-kesenjangan-pendapatan/
Dr. Tulus T.H Tambunan
http://www.oppapers.com/essays/Kemiskinan-Dan-Kesenjangan-Pendapatan/309992
http://imadeadyanta.blogspot.com/2011/03/kemiskinan-dan-kesenjangan-pendapatan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar